TIMES MALUKU, TEGAL – Senin malam, 24 November 2025, halaman Gedung Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kabupaten Tegal, Jawa Tengah, bersinar diterpa cahaya lampu.
Suara langkah-langkah penuh harap serta alunan gamelan, riuh senyum anak-anak berseragam karawitan memenuhi udara. Para orang tua menyeka peluh, sementara sesepuh budaya menatap dengan bangga.
Malam itu, Kirab Budaya Maring Semedo Disit 2025 bukan sekadar kirab budaya biasa. Acara ini menandai 'kepulangan' fosil-fosil bersejarah yang ditemukan di tanah Kabupaten Tegal untuk kembali ke rumahnya di Museum Semedo.
Gigantopithecus, Pongo, Hexaprotodon, dan Megalochelys fosil yang selama bertahun-tahun tersimpan di museum besar dan kini hadir kembali di kampung halaman mereka.
Gatut Eko Nurcahyo, Kepala Unit Museum Situs Semedo di Tegal dan Situs Purbakala Semedo berharap Kirab Budaya Museum Semedo ini bisa menumbuhkan rasa cinta masyarakat terhadap warisan budaya.
Bagi sebagian orang, fosil hanyalah benda tua. Namun bagi warga Kabupaten Tegal justru memiliki kebanggaan tersendiri yakni mereka adalah saksi bisu masa lalu sahabat sunyi yang menyimpan kisah tentang bumi tempat mereka menanam padi serta pula menumbuhkan harapan, dan membangun kehidupan.
Dikatakan oleh Ketua Dewan Kebudayaan Daerah Kabupaten Tegal (DKDKT), Ki Haryo Susilo, saat konferensi persnya beberapa hari lalu dalam persiapan gelar acara di ruang Dikbud bahwa kepulangan fosil ini bukan sekadar acara seremonial.
“Ini penegasan bahwa kampung halaman kita punya sejarah yang tak bisa ditawar. Setiap fosil menceritakan kisah besar dari tempat kecil ini,” ujarnya.
Kirab Budaya dimulai pukul 19.30 WIB dari Gedung Dikbud diiringi pasukan pengibar bendera melangkah tegap, diikuti Bergodo DKDKT–DKKT yang membawa panji-panji budaya.
Denting gamelan dari karawitan mengalun pelan, bersahutan dengan teriakan riang para penari Batik Carnival yang menari di sepanjang jalan Alun-alun Hanggawana Slawi.
Tak ketinggalan Barongan silih berganti menampilkan atraksi, sementara alunan musik keroncong orkestra Gita Puspita menambah nuansa nostalgia.
Momen paling hening terjadi saat kereta pusaka yang membawa fosil melintas di depan kerumunan. Warga diam, beberapa menundukkan kepala, dan sebagian lainnya memotret dengan tangan bergetar.
Suasana itu pun seakan sakral bahkan mencerminkan betapa dalamnya makna kepulangan benda-benda bersejarah ini.
“Rasanya seperti anak pulang dari rantau. Fosil-fosil itu bukan hanya untuk dipajang. Mereka bukti bahwa Semedo punya cerita besar,” urai salah seorang peserta Kirab Budaya yang baru pertama kali diadakan di Kabupaten Tegal dan menorehkan sejarah baru.
Perjalanan Kirab Budaya diawali dari pintu Gedung Dikbud hingga pintu masuk Kantor Korpri Pemerintah Kabupaten Tegal terasa seperti waktu yang menghubungkan masa prasejarah dengan kehidupan masyarakat modern.
Kirab Budaya ini bukan sekadar pesta tapi melainkan satu peringatan bahwa warisan budaya hanya hidup bila dirawat oleh manusia.
Malam itu, Senin (24/11/2025) Semedo tidak sekadar menyambut fosil yang kembali. Warga merayakan identitas, harga diri, dan kebahagiaan karena memiliki warisan yang tak ternilai.
Setiap langkah, setiap denting gamelan, dan setiap sorot mata menegaskan bahwa sejarah memiliki rumah, dan rumah itu ada di hati orang-orang yang menjaganya.
Maring Semedo Disit 2025 membuktikan bahwa budaya dan sejarah bukan hanya catatan masa lalu.
Dikatakan Wakil Bupati Tegal Ahmad Kholid yang hadir mewakili Bupati Tegal, bahwa mereka adalah hidup yang terus bergerak, menghubungkan generasi, menegaskan bahwa Kabupaten Tegal memiliki identitas yang kuat, unik, dan pantas dirayakan.
Kini, dengan gelaran Kirab Budaya Maring Semedo Disit 2025, kebanggaan itu pun kembali mengisi hati dan membangkitkan kembali kebanggaan, yang kini mengalir di benak setiap warga Kabupaten Tegal Jawa Tengah. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Kirab Budaya Maring Semedo Disit 2025, Pulangnya Fosil yang Hidupkan Identitas Tegal
| Pewarta | : Cahyo Nugroho |
| Editor | : Ronny Wicaksono |