https://maluku.times.co.id/
Berita

Dari Rimba ke Cahaya: Perjalanan Dakwah Arif Ismail dan Harapan Baru di Tanah Suku Togutil

Sabtu, 21 Juni 2025 - 08:07
Dari Rimba ke Cahaya: Perjalanan Dakwah Arif Ismail  dan Harapan Baru di Tanah Suku Togutil Arif Ismail penyuluh agama dari Kementerian Agama Kota Ternate. Dengan langkah sederhana namun penuh makna, ia dan timnya perlahan mengubah lembaran hidup komunitas Suku Togutil—salah satu suku pedalaman yang selama ini hidup dalam keheningan alam.

TIMES MALUKU, MALUKU – Di sudut terpencil Halmahera, jauh dari gemuruh kota dan gemerlap teknologi, secercah cahaya peradaban mulai menembus rimbunnya hutan tropis.

Di balik perubahan itu, berdirilah seorang anak muda bersahaja, Arif Ismail, penyuluh agama dari Kementerian Agama Kota Ternate.

Dengan langkah sederhana namun penuh makna, ia dan timnya perlahan mengubah lembaran hidup komunitas Suku Togutil—salah satu suku pedalaman yang selama ini hidup dalam keheningan alam dan tradisi.

Jejak Dakwah/Penyuluhan di Belantara

Suku Togutil selama ini dikenal sebagai masyarakat adat yang hidup nomaden, memeluk tradisi animisme, dan menggantungkan hidup dari hutan.

Perjalanan-Dakwah-Arif-Ismail-b.jpg

Musik bambu, tifa, tarian salai, dan bahasa Tobelo Dalam menjadi bagian tak terpisahkan dari identitas mereka. Kehidupan mereka berputar pada aktivitas berburu, meramu, dan mengolah sagu. Dunia luar seakan hanya bayang samar di kejauhan.

Namun, segalanya mulai berubah. Perlahan tapi pasti, lewat pendekatan yang tak memaksa dan berbasis pada kearifan lokal, Arif menembus hutan sejauh 10 hingga 15 kilometer, saban waktu.

Ia menyebrangi sungai, menapaki semak belukar, hingga akhirnya tiba di tempat-tempat yang dulunya sulit dijangkau. Di sana, ia membagi ilmu: dari mengenalkan huruf dan ayat, mengajari membaca, hingga mengajarkan cara bercocok tanam dan bertahan hidup secara mandiri.

“Alhamdulillah, torang so bisa mengaji sedikit-sedikit, membaca, menulis, dan so tau berkebun. Terima kasih banyak, Ustadz Arif,” tutur Kepala Suku, Kapita (Leppa), suaranya nyaris pecah karena haru.

Baginya, Islam bukan sekadar keyakinan baru. Ia adalah pintu menuju pemahaman tentang dunia yang lebih luas, dunia yang tak hanya terdiri dari hutan, sagu, dan sunyi.

Ketrampilan Hidup dan Kemandirian Ekonomi

Apa yang dimulai dari pembinaan spiritual, meluas ke ranah yang lebih nyata yakni kehidupan sehari-hari. Di tangan Arif dan para pendamping, dakwah menjadi jalan masuk untuk membangun keterampilan. Warga Togutil kini mulai mengenal dunia bertani. Mereka tak lagi sepenuhnya bergantung pada buruan hutan.

Rotan mereka anyam, kopra mereka olah, damar dan tanaman herbal yang dulu hanya dilewati, kini dipetik dan diolah sebagai sumber penghasilan. Perlahan, roda ekonomi berputar. Tak besar, belum stabil, tapi cukup untuk membuat mereka percaya bahwa perubahan memang mungkin.

Perjalanan-Dakwah-Arif-Ismail-c.jpg

“Torang senang so bisa mengaji, berkebun, dan bajual di masyarakat,” ujar Simon (Ahmad), salah satu mualaf yang kini turut aktif membantu warga lain beradaptasi.

Dakwah yang Menghormati Tradisi

Keberhasilan ini tak datang dalam semalam. Perjalanan panjang dan berliku mengajarkan satu hal penting bahwa dakwah yang efektif bukanlah yang datang membawa instruksi, tapi yang hadir dengan hati terbuka, mau mendengar, dan menghargai.

“Ini bukti bahwa pendekatan berbasis budaya, yang menghormati kearifan lokal, bisa jadi kunci keberhasilan dakwah dan pemberdayaan,” kata Arif.

Bagi Arif, penyuluh agama bukan sekadar pengajar. Ia adalah jembatan yang menghubungkan nilai-nilai Islam dengan kehidupan nyata masyarakat adat—mereka yang berada di wilayah 3T: tertinggal, terdepan, dan terluar.

Menjaga Nyala Harapan

Meski banyak pencapaian, tantangan tetap membentang. Minimnya infrastruktur, terbatasnya alat bantu, hingga keterbatasan sumber daya manusia, menjadi pengingat bahwa perjuangan ini belum selesai.

Arif pun berharap lebih banyak pihak mau terlibat, menyumbang tenaga, pikiran, atau bahkan hanya perhatian.

“Supaya perubahan ini nggak berhenti di tengah jalan, kami butuh sinergi dari pemerintah, lembaga sosial, dan masyarakat luas,” ujarnya penuh harap.

Kini, Suku Togutil menapaki jembatan menuju masa depan yang berbeda. Bukan dengan meninggalkan akar, tapi dengan memperkuatnya—membawa warisan budaya mereka ke dunia baru yang lebih terbuka dan bermartabat.

Dari belantara Halmahera, kisah ini bergaung pelan. Tapi suaranya jernih—sejernih harapan yang tumbuh di tengah hutan, bahwa perubahan bukan mustahil. Bahwa dari pelosok pun, cahaya bisa lahir.(*)

Pewarta : Husen Hamid
Editor : Imadudin Muhammad
Tags

Berita Terbaru

icon TIMES Maluku just now

Welcome to TIMES Maluku

TIMES Maluku is a PWA ready Mobile UI Kit Template. Great way to start your mobile websites and pwa projects.